Senin, 08 Juni 2015
Rabu, 03 Juni 2015
Kesehatan Reproduksi Permasalahan pada Perempuan
KESEHATAN REPRODUKSI
DRUG ABUSE (Penyalahgunaan Obat)
A. PENGERTIAN DRUG ABUSE
Penyalahgunaan
obat dimaksud bila suatu obat digunakan tidak untuk tujuan mengobati penyakit,
akan tetapi digunakan dengan sengaja untuk mencari atau mencapai kesadaran
tertentu karena pengaruh obat pada jiwa.
a. Narkoba :
pada dasarnya merupakan obat-obatan yang apabila pemakaiannya disalahgunakan
dapat menimbulkan ketergantungan
b. Narkotika :
zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman yg dapat menyebabkan
penurunan / perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan
c. Psikotropika
: zat atau obat baik alamiah atau sintetik bukan narkotika yg berkhasiat
psikoaktif melalui susunan syaraf pusat yg menyebabkan perubahan khas pd
aktivitas mental dan prilaku.
d. Zat adiktif
lainnya adalah ; minuman berakohol bersifat sedative (penenang), hipnotik,
depresan, rokok.
B. PENGGOLONGAN
NARKOTIKA UU.NO.22 TAHUN 1997
a. Narkotika
golongan I : narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi
sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan Misal : heroin, ganja, kokain
b. Narkotika
golongan II : narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi
tinggi mengakibatkan ketergantungan, missal ; morfin
c. Narkotika
golingan III : narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan ketergantungan, missal : Codein
C. PENGGOLONGAN
PSIKOTROPIKA UU. NO. 05 TAHUN 1995
a. Psikotopika
golongan I : psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak dapat digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi
amat kuat mengakibatkan ketergantungan, missal : LSD
b. Psikotropika
golongan II : psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak dapat digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi
kuat mengakibatkan ketergantungan, misal : ampetamiin, metilfenidad
c. Psikotropika
golongan III : psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak dapat digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi
sedang, mengakibatkan ketergantungan, misal : barbiturate
d. Psikotropika
golongan IV : psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam
terapi dan atau tujuan ilmu pengetahuan, misal : Diazepam
D. EFEK YANG
DITIMBULKAN
a. Depresan :
jenis zat berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis ini membuat
pemakai merasa fly, bahkan tertidur, tidak sadar diri. Misal : opium, morfin,
heroin, codein, dan sedative
b. Stimulan :
zat yg dapat merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan kerja (segar
& bersemanagat) misal : ekstasi, kafein, kokain, amfetamin
c. Halusinogen
: zat yg dapat menimbulkan efek halusinasi yg bersifat merubah perasaan dan
pikiran seringkali disertai halusinasi, misal : ganja, mescalin dan LSD.
E. FAKTOR –
FAKTOR PENYEBAB PENYALAHGUNAAN
a. Faktor
Individu
1. Penyakit
jasmaniah
2. Kepribadian dgn
resiko tinggi : mudah kecewa, cenderung agresif,kurang PD, selalu menuntut,
sifat antisocial, memiliki gangguan jiwa (cemas, depresi, apatis), kurang
religious, penilaian diri negative.
3. Motivasi
tertentu : menyatakan diri bebas, memuaskan rasa ingin tahu, dan mendapat
pengalaman baru, agar diterima kelompok tertentu, melarikan diri dari sesuatu,
sebagai lambang kemoderenan.
b. Factor Zat
1. Ketersediaan
zata pada peredaran gelap
2. Kemudahan memperoleh zat
c. Faktor
lingkungan
1. Lingkungan
keluarga : tidak harmonis, komunikasi antara orang tua dan anak kurang efektif,
orang tua otoriter, keluarga terlalu permisisf.
2. Lingkungan
sekolah : sekolah kurang disiplin, adanya murid pengguna.
3. Lingkungan
teman sebaya ; tekanan kelompok sebaya sangat kuat, ancaman fisik sangat kuat,
ancaman fisik dari teman pengedar.
4. Lingkungan
masyarakat luas : situasi politik, ekonomi, social yang kurang mendukung.
F. TINGKAT
PEMAKAIAN
a. Eksperimen
use : sekedar mencoba-coba dan memenuhi rasa ingin tahu. Sebagian akan berhenti
tapi ada juga yang meneruskan.
b. Recreation use : hanya untuk
bersenang-senang, rekreasi atau santai.
c. Situasional use : memakai zat
pada saat tertentu saja ( saat sedih, kecewa, tegang) dan bertujuan
menghilangkan perasaan.
d. Abuse ; pemakai sebagai pola
penggunaan bersifat patologik yg ditandai untuk mengendalikan, terus
menggunakan walaupaun sakit fisiknya kambuh, yg akan menimbulkan gangguan
fungsional / okupasional.
e. Dependence use : telah terjadi
toleransi dan gejala putus zat, bila pemakaian zat dihentikan atau dikurangi
dosisnya.
G. DAMPAK PENYALAHGUNAAN
a. Komplikasi medic : akibat zat itu
sendiri 9 kokain : anemia, malnutrisi, kehilangan BB, opioida : kemandulan,
gangguan haid, impotensi, Kafein : gastritis, sakit jantung dan hipertensi,
Nikotin : kanker paru, bronchitis, bronkiektosis), akibat bahan campuran tau
pelarut akibat cara pemakaian jarum suntik yg tidak steril, akibat pertolongan
yg salah, akibat cara hidup kurang bersih.
b. Akibat gangguan mental emosional
c. Memburuknya kehidupan sosial
H. UPAYA PENCEGAHAN
a. Melalui keluaga ; luangkan waktu
bersama, ciptakan suasan yg hangat, menjadi contoh yg baik, beri informasi yg
benar, memperkuat kehidupan agama, sikap positif ortu.
b. Melalui sekolah : lokasi sekolah
tdk berada pada tempat rawan, hubungan guru murid baik, disiplin, proses belajar
mengajar bentuk siswa mandiri, konseling bagi mahasiswa bermasalh, libatkan
partisipasi siswa dalam program pencegahan NAPZA melalui :
1. Lembaga keagamaan
2. LSM
3. Kawan bukan pengguna
4.
Media masa
Contoh
kasus Drug Abuse
Mona
(bukan nama sebenarnya, Red.). Iapun tidak begitu setuju bila semua yang
terjadi padanya dikatakan sebagai buntut dari perpisahan orang tua sejak ia
menginjak sekolah dasar. Bersama dengan lima orang kakak laki-lakinya, Mona
memilih tinggal bersama sang ibu. Perceraian itu, diakui Mona, berakibat pada
hilangnya perhatian untuknya dan saudaranya yang lain. Hingga, dua orang
saudara laki-lakinya juga terjebak dalam lembah hitam narkoba.
Kehidupan
bandel Mona, dimulai ketika ia menginjak bangku SMP. Akibat dari pergaulan yang
terlalu bebas, ia memulai kebiasaan merokok. Sejalan dengan itu, Mona akhirnya
mulai mengenal dan mencoba ganja. “Minuman juga pernah coba, tapi gak terlalu
sering,” tuturnya.
Perkenalan
dengan ganja terjadi tanpa disengaja. Saat itu, kakak laki-lakinya sering
membawa teman untuk menginap. Di rumahnya yang terbilang besar dan sepi, sang
kakaknya sering menggelar pesta mabuk bersama teman-temannya. Akibat sering
melihat kejadian itu, Mona jadi sangat mengenal seluk beluk orang mabuk.
Buruknya, iapun jadi semakin ingin mencoba.
Pada
suatu waktu ia bermain di kamar kakaknya. Di bawah kasur, ia menemukan daun
ganja baik yang sudah dilinting ataupun yang masih dibungkus koran atau
plastik. Jumlahnya lumayan banyak. Mona pun jadi berkesimpulan bahwa kakaknya
dan teman-teman yang sering dibawanya tidak saja seorang “pemakai”, tapi juga
seorang bandar.
Sekedar
iseng, karena terbiasa merokok, Mona jadi sering mengambil ganja yang telah
dilinting untuk dihisap. “Awalnya saya mau tahu, bagaimana sih rasanya. Katanya
kalau ngisep ganja, matanya merah. Karena itu, sehabis menghisap, saya sering
bercermin. Dan ternyata biasa aja. Cuma memang agak sedikit pusing,” ungkapnya
mengenang.
Dijebak
dan Diperkosa
Menginjak
SMA, kehidupan bandel yang dilakoni Mona makin menjadi. Pergaulannya makin
bebas. Di akhir pekan, ia sering tidak pulang untuk berkumpul dengan
teman-temannya. “Saya mulai bandel untuk gak pulang. Cobain
nongkrong-nongkrong, hingga masuk ke diskotik,” tutur anak bungsu ini. Usia
Mona masih 15 tahun saat menginjak kelas satu SMA, namun ia telah mengenal
alkohol dan obat-obatan. Tidak sulit bagi Mona untuk mendapatkan 2 jenis barang
haram itu untuk dikonsumsi bersama teman-temannya.
Suatu
waktu, Mona bertemu dengan teman yang dahulu sering nongkrong bersama. Sebut
saja nama temannya itu T. Mona menyebut T itu sebagai “abang-abangan”, yaitu
sebutan anak nongkrong untuk memanggil teman yang lebih tua. Oleh T, ia
dikenalkan dengan seseorang yang dikatakan sebagai pemilik sebuah diskotik di
daerah Jakarta Pusat. Bersama T, Mona sering berkunjung ke diskotik yang
dimiliki oleh teman T tersebut. “Ketika main ke diskotik itu, sayapun sering
ditraktir makan dan minum. Terkadang dikasih ongkos buat pulang,” jelasnya.
Suatu
hari, ketika sedang berkunjung ke diskotik teman T tersebut, Mona mabuk berat.
Ketika ingin pulang, ia pun dicegah oleh T. Saat itu Mona ditawari agar tidak
usah pulang dan dijanjikan untuk disewakan sebuah kamar hotel. “Biasanya,
sehabis ke diskotik itu saya langsung pulang ke rumah. Namun, kalau tidak pulang
saya juga langsung ke tempat teman dan nongkrong lagi di sana sampai pagi,”
ucap Mona.
Ketika
ditawarkan kamar hotel tersebut, iapun sempat berpikir macam-macam. Namun,
karena ia percaya kepada T, pikiran itu tidak digubrisnya. Mona juga sempat
dijanjikan oleh T bahwa apa yang ditawarkan adalah karena kepedulian
terhadapnya. “Udah, lu masuk aja ke kamar. Masuk dan lu kunci dari dalam.
Beres. Tinggal tidur dah lu” ungkap Mona menirukan ucapan T. Ketika terbangun
dari tidur, dan masih di bawah pengaruh mabuk, Mona melihat seorang laki-laki
yang tertidur sambil memeluknya. Saat itulah ia menyadari bahwa dirinya telah
ditipu oleh T. Mona pun yakin ada “bisnis tersembunyi” untuk dirinya yang
dilakukan oleh T.
“Ternyata
dia berniat jelek. Mungkin dia berpikir, ah si Mona itu kan sering nongkrong
dan pergi bebas bersama laki-laki. Jadi gampang aja. Padahal dia salah besar!
Walaupun sering main dan nongkrong, saya bukan seperti yang dia kira,” geram
Mona mengingat apa yang dirasakannya saat itu.
Setelah
kejadian itulah, kehidupan Mona berubah. Ia merasa malu dan bersalah. Peristiwa
di malam jahanam itu tidak pernah diceritakannya pada siapapun, namun perasaan
malu terus menyelimuti. Ia jadi malas untuk melakukan apapun dan makin sering
tidak pulang ke rumah. Saat itu terlintas di pikirannya untuk membunuh orang
yang telah memperkosa dirinya. Dalam kekalutan, Mona mengajak sang teman untuk
kabur dari rumah. Puiang dari sekolah, mereka berdua akhirnya pergi ke Jambi.
“Saya pikir saya bisa menentukan jalan sendiri,” tuturnya polos.
Dendam
menghilang berkat nasehat teman-temannya. Mona diberi pengertian, walaupun ia
membunuh pria amoral tersebut, keperawanan dirinya tidak akan kembali lagi.
Bahkan ia nantinya akan berurusan dengan pihak berwajib. “Saat itu saya hanya
berpikir, bila membunuh orang itu nanti keluarga akan tahu apa alasan-alasan
yang menyebabkan saya jarang puiang dan kabur dari rumah,” geramnya.
Kecanduan
Putau
Setelah
satu setengah tahun menetap di Jambi, Mona akhirnya kembali ke Jakarta pada
awal 1996. Saat pulang ke Jakarta, ia tidak langsung ke rumah. Kebetulan ia
bertemu dengan teman akrabnya kala SD yang bekerja di daerah Daan Mogot,
Jakarta Barat. Bersama temannya pula Mona menetap dan dibiayai untuk menyewa
sebuah kamar kos di daerah Kota, Jakarta Utara.
Tidak
diduga, penghuni kos sebelah kamarnya adalah seorang bandar putau. Monapun
akrab dengannya. Alih-alih menumpang untuk meracik narkoba dagangan, sang
bandar sering datang ke kamar Mona. “Kebetulan kamar yang saya tempati ada AC,
dengan alasan itu pula bandar tersebut lebih betah di sana,” tutur Mona. Sambil
meracik, sang bandar sering menawarkan contoh barang dagangan ke Mona. Tanpa
segan, Mona pun mencoba memakai putau tersebut dengan cara di-drugs, yaitu
dibakar dan dihisap uapnya. “Setiap hari dia ke kamar. saya dan teman sering
dikasih tester putau dengan gratis. Tapi setelah melihat kita sudah sering
sakau, iapun jadi tidak numpang meracik lagi. Mau tidak mau kita yang berganti
pergi ke kamarnya. Malah terkadang tidak memberi bila kita meminta, terpaksa
hams membeli,” ingatnya kesal.
Mulai
dari situ diri Mona kecanduan putau. Setiap hari ia ketagihan. Kehabisan uang
dan tidak tahu mesti berbuat apa lagi, dalam keadaan sakau, Mona memberanikan
diri puiang ke rumah.
Coba
Jarum Suntik
Pulang
ke rumah, yang ada di pikiran Mona adalah cara mendapatkan uang untuk membeli
putau. Disekolahkan kembali oleh sang ibu, Mona pun memanfaatkan keadaan dengan
alasan klise untuk mendapatkan uang, seperti membeli buku, bayar uang sekolah,
dan lain-lain. Tamat SMA, Mona mengikuti kursus di sebuah lembaga pendidikan
bahasa. Di situlah ia bertemu kembali dengan mantan pacarnya. “Ia sudah
beristri, namun katanya ia sayang sama saya. Ia sering memberi uang yang
akhirnya saya pergunakan untuk membeli putau,” papar Mona.
Lulus
dari tempat kursus, Mona kembali pergi dari rumah dan ngekos. Di situ ia diajak
oleh seorang teman untuk bekerja di sebuah diskotik. Disitu pun ia ditinggalkan
sang pacar. Mona ditinggalkan ketika diketahui dirinya adalah pecandu putau.
Saat terjadi kerusuhan di bulan Mei 1998, Mona kesulitan mendapatkan putau.
Saat itu dia mendatangi seorang bandar yang hanya mempunyai putau dalam bentuk
cair dan harus dipakai dengan disuntik. Dengan sangat terpaksa, Mona pun
mencoba memakai putau dengan cara disuntik. Kenikmatan yang berbeda pun
dirasakan Mona. Sejak itulah ia selalu memakai putau dengan cara disuntik.
Sakaw
di Tempat Kerja, Pacaran sama Bandar “Pengedar”
Tahun
1999, Mona mulai kehabisan uang. Jangankan untuk membeli putau, untuk biaya
hidup sehari-hari sangatlah susah. Dalam keadaan sakau, ia kembali puiang ke
rumah. Saat itu Mona dalam pengaruh Leksotan – yaitu sejenis obat yang menurut
para pengguna putau dapat menghilangkan rasa sakaw – Mona mulai cerita pada
ibunya semua kejadian yang menimpa selama ini. Setelah itu, Mona dimasukkan
dalam program terapi Rumah Sakit Fatmawati. Dalam pengobatan itu ia berobat
jalan. Selama hampir dua bulan Mona menjalani pengobatan di rumah. Setelah
pulih, Mona mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan air minum. Sibuk
bekerja, iapun lupa dengan narkoba. Diakuinya, di situ ia benar-benar jauh dari
segala jenis narkoba, terkecuali merokok. Namun, kehidupan normal itu hanya
berlangsung tiga bulan. Satu saat Mona bertemu dengan seorang rekan kerja
pecandu putau. Sebut saja namanya W.
Awalnya
Mona tidak tahu bahwa ia pecandu. Namun, karena sering berbincang dengan W,
lambat laun Mona tahu. Ternyata, W dan istrinya adalah pasangan pemakai putau.
Faktor sugesti dan juga pengaruh W, akhirnya Mona kembali mencoba putau yang
telah ia tinggalkan. Setiap jam makan siang, pastilah W datang dan membawa
putau. Karena kebiasaan barunya itu, Mona tergoda untuk menghubungi teman-teman
lamanya yang merupakan bandar narkoba. Bila ia dapat membeli sendiri tanpa W,
pastilah putau yang ia dapatkan akan lebih cukup untuk dipakai sendiri, pikir
Mona saat itu. Setiap jam makan siang, dengan menggunakan ojek, Mona mendatangi
bandar-bandar kenalan lamanya. Mona jadi sering sakaw di kantor, bahkan di saat
jam kerja.
Uang
gaji pun akhirnya terpakai untuk belanja putau. Sampai ia bertemu dengan
seorang bandar yang tertarik kepadanya. Kesempatan itupun digunakan oleh Mona.
Ia menjalin hubungan dengan sang bandar. “Lumayan saya pacarin dia. Kadang-kadang
saya bisa dapat barang gratis. Waktu itu saya kalau beli kan pakai ojek, dia
juga yang kadang bayarin tuh ojek,” ujar Mona.
Dukungan
Orang Tua yang Berarti
Karena
tindak-tanduk sang putri bungsu mulai aneh lagi, orang rumah mulai curiga.
Hampir delapan bulan Mona memakai putau sambil bekerja. Rekan-rekan kerjanya
tahu dan mengadukan Mona ke atasan. Mona akhirnya dikeluarkan. Dengan sedikit
tipu daya, orang tuanya kembali memasukkan ke sebuah panti rehabilitasi di
daerah Bintaro, Jakarta Selatan. “Waktu itu aku sedang sakaw di rumah, saya
minta uang pada orang tua. Kemudian ibu menawarkan untuk ikut dengannya dahulu
baru dikasih uang. Ternyata saya dibawa ke panti rehabilitasi,” cerita Mona.
Sebelas
bulan lamanya Mona menjalani proses terapi. Hingga akhirnya, di awal 2002, ia
kabur dari panti rehabilitasi tersebut, dan kembali ke rumah. Mona kembali
mendapatkan pekerjaan di sebuah toko kaset. Ia menyewa sebuah kamar kos lagi
sambil bekerja. Suatu waktu ia bertemu mantan kekasihnya yang seorang pemakai.
Pengaruh narkoba pun kembali hinggap dalam kehidupan Mona. Setelah itu ia
menjalani kehidupan kembali sebagai pemakai narkoba. Hingga akhirnya, ia
terkena jangkauan sebuah lembaga yang menangani pecandu narkoba di wilayah
Cideng, Jakarta Barat. Lembaga itu bergerak dalam pengurangan dampak buruk dari
narkoba, khususnya pecandu yang menggunakan jarum suntik.
Tidak
lama setelah itu, Mona pun ditawarkan untuk menjalani terapi substitusi dengan
menggunakan Metadon yang ia jalani hingga kini. Menurut Mona, dosis yang
dipakai dalam terapinya kini adalah 5 mg. Iapun berharap, dosisnya berkurang
lagi di kemudian hari hingga akhirnya ia tidak perlu menggunakan apa-apa lagi.
Dikatakan Mona, seorang pecandu narkoba bila ingin berhenti harus dari
keinginan hatinya sendiri. Mona yakin, setiap pecandu bisa berhenti! Iapun
mengakui, dukungan orang tuanya sangat besar dirasakan olehnya. Orang tuanya
pun akhinya bersatu kembali dan tinggal bersama hanya untuk membenahi apa yang
terjadi pada Mona dan juga kakak-kakaknya. “Mereka pernah bilang, mereka rujuk
kembali hanya untuk anak-anaknya. Dan hal itu dirasakan sangat berarti bagi
saya dan juga semuanya,” tutur Mona mengakhiri pembicaraan.
Langganan:
Postingan (Atom)