SEJARAH
PERKEMBANGAN KESEHATAN MASYARAKAT
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah, selayaknya segala puji
kita panjatkan hanya kepada Allah SWT.Dzat yang hanya kepadanya kita meminta
tolong dan meminta ampunan.Kita berlindung hanya kepada-Nya dari buruknya jiwa
dan kejelekan amal perbuatan kita.Siapa saja orang yang telah diberi petunjuk
oleh Allah, tidak ada satu pun yang dapat menyesatkannya.Sebaliknya, siapa saja
yang telah disesatkan oleh Allah, tidak ada satu pun yang dapat memberinya
petunjuk.
Ahlamdulillah, penulis telah diberi
kesempatan untuk menyelesaikan makalah kesehatan masyarakat.Dalam
menjalani penyusunan makalah kesehatan masyarakat ini tidak sedikit kendala
yang penulis hadapi.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa
makalah ini tidak lepas dari kekurangan, oleh karena itu dengan terbuka penulis
mengharapakan kritik dan saran yang bersifat membangun.Harapan penulis semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Purworejo,
Februari 2014
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL........................................................................................... i
KATA
PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR
ISI..................................................................................................... iii
BAB
I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................... .. 1
BAB
II : TINJAUAN TEORI
A.Definisi
Kesehatan Masyarakat....................................................................... 5
BAB
III : PENUTUP
A.KESIMPULAN.............................................................................................. 7
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
a. Sejarah
Kesehatan Masyarakat
Membicarakan kesehatan masyarakat tidak terlepas
dari dua tokoh metologi Yunani, yakni Asclepius dan Higeia. Berdasarkan cerita
mitos Yunani tersebut asclepius disebutkan sebagai seorang dokter pertama yang
tampan dan pandai meskipun tidak disebutkan sekolah atau pendidikan apa yang
telah ditempuhnya, tetapi diceritakan bahwa ia dapat mengobati penyakit dan
bahkan melakukan bedah berdasarkan prosedur-prosedur tertentu (surgical
procedure) dengan baik.
Higeia, seeorang asistennya, yang kemudian
diceritakan sebagai istrinya, juga telah melakukan upaya-upaya kesehatan. Beda
antara Asclepius dengan Higeia dalam pendekatan/penanganan masalah kesehatan
sebagai berikut: 1) Asclepius melakukan pendekatan (pengobatan penyakit)
setelah penyakit tersebut terjadi pada seseorang. 2) Higeia mengajarkan kepada
pengikutnya ddalam pendekatan masalah kesehatan melalui ‘hidup seimbang’, yaitu
menghindari makanan/minuman beracun, makan makanan yang bergizi (baik), cukup
istirahat dan melakukan olahraga. Apabila orang sudah jatuh sakit, Higeia lebih
menganjurkan melakukan upaya-upaya secara alamiah untuk menyembuhkan
penyakitnya tersebut, antara lain lebih baik dengan memperkuat tubuhnya dengan
makanan yang baik, daripada dengan pengobatan pembedahan.
Dari cerita mitos Yunani, Asclepius dan Higeia
tersebut akhirnya muncul dua aliran atau pendekatan dalam menangani masalah
masalah kesehatan.Kelompok atau aliran pertama cenderung menunggu terjadinya
penyakit (setelah sakit), yang selanjutnya disebut pendekatan kuratif
(pengobatan).Kelompok ini pada umumnya terdiri dari dokter, dokter gigi,
psikiater, praktisi-praktisi lain yang melakukan pengobatan penyakit seperti
halnya pendekatan Higeia, cenderung melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit
dan meningkatkan kesehatan (promosi) sebelum terjadinya penyakit.Kedalam
kelompok ini termasuk para petugas kesehatan masyarakat lulusan-lulusan sekolah
atau institusi kesehatan masyarakat dari berbagai jenjang.
Dalam perkembangan selanjutnya, seolah-olah timbul
garis pemisah antara kedua kelompok profesi, yakni pelayanan kesehatan kuratif
(curative health care).Kedua pencegahan atau preventif (preventive
health care). Kedua kelompok ini dapat dilihat perbedaan pendekatan
yang dilakukan antara lain sebagai berikut. Pertama, pendekatan kuratif pada umumnya
dilakukan terhadap sasaran secara individual, kontak terhadap sasaran (pasien)
pada umumnya hanya sekali saja.Jarak antara petugas kesehatan (dokter, drg, dan
sebagainya) dengan pasien atau sasaran cenderung jauh.Sedangkan penddekatan
preventif, sasaran atau pasien adalah masyarakat (bukan perorangan)
masalah-masalah yang ditangani pada umumnya juga masalah-masalah yang menjadi
masalah masyarakat, bukan masalah individu.Hubungan antara petugas kesehatan
dengan masyarakat (sasaran) lebih bersifat kemitraan, tidak seperti
dokter-pasien.
Kedua, pendekatan kuratif cenderung bersifat reaktif
artinya pada kelompok ini pada umumnya hanya menunggu masalah datang.Seperti
dokter yang menunggu pasien datang di Puskesmas atau tempat praktek.Kalau tidak
ada pasien datang berarti tidak ada masalah maka selesailah tugas mereka bahwa
masalah kesehatan adalah adannya penyakit. Sedangkan kelompok preventif lebih
menggunakan pendekatan proaktif, artinya tidak menunggu adanya
masalah, tetapi mencari masalah. Petugas kesehatan masyarakat tidak
hanya menunggu pasien datang di kantor atau di tempat praktik mereka, tetapi
harus turun ke masyarakat mencari dan mengidentifikasi masalah yang ada di
masyarakat, dan melakukan tindakan.
Ketiga, pendekatan kuratif cenderung melihat dan
menangani klien atau pasien lebih kepada sistem biologis manusia atau pasien
hanya dilihat secara partial, padahal manusia terdiri dari kesehatan
bio-psikologis dan sosial, yang terlihat antara aspek satu dengan yang lainnya.
Sedangkan pendekatan preventif melihat klien sebagai mahluk yang
utuh, dengan pendekatan yang holistik. Terjadinya penyakit tidak semata-mata
karena terganggunya sistem biologi, individual, tetapi dalam konteks yang luas,
aspek biologis, psikologis dan sosial.Dengan demikian pendekatannya pun tidak
individual dan partia, tetapi harus secara menyeluruh atau holistik.
b. Kesehatan
Masyarakat di Indonesia
Sejarah perkembangan kesehatan masyarakat di
Indonesia dimulai sejak pemerintahan Belanda abad
ke-16.Kesehatan masyarakat di Indonesia pada waktu itu dimulai dengan
adanya upaya pemberantasan cacar dan kolera yang sangat ditakuti masyarakat
pada waktu itu. Kolera masuk di Indonesia tahun 1927, dan tahun 1837 terjadi
wabah kolera eltor di Indonesia, kemudian pada tahun 1948 cacar masuk ke
Indonesia melalui Singapura dan mulai berkembang di Indonesia. Sehingga berasal
dari wabah kolera tersebut maka pemerintah Belanda pada waktu itu melakukan
upaya-upaya kesehatan masyarakat.
Namun demikian di bidang kesehatan masyarakat yang
lain, pada tahun 1807 pada waktu pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels,
dilakukan pelatihan dukun bayi dalam praktik persalinan. Upaya ini dilakukan
dalam rangka penurunan angka kematian bayi yang tinggi pada waktu itu. Akan
tetapi upaya ini tidak berlangsung lama, karena langkanya tenaga pelatih
kebinaan, kemudian baru pada tahun 1930 dimulai lagi dengan didaftarnya para
dukun bayi sebagai penolong dan perawatan persalinan. Selanjutnya baru pada
tahun 1952 pada zaman kemerdekaan pelatihan secara cermat dukun bayi tersebut
dilaksanakan lagi.
Pada tahun 1851 sekolah dokter jawa didirikan oleh
dr. Bosch, kepalan pelayanan kesehatan sipil dan militer, dan dokter Bleeker di
Indonesia. Sekolah ini terkenal dengan nama STOVIA (School Tot
Oplelding Van Indiche Arsten) atau sekolah untuk pendidikan
dokter pribumi. Pada tahun 1913 didirikan sekolah dokter yang kedua di Surabaya
dengan nama NIAS (Nederland Indische Arsten School). Pada tahun 1927
Stovia berubah menjadi sekolah kedokteran dan akhirnya sejak berdirinya
Universitas Indonesia tahun 1947 berubah menjadiFakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.Kedua sekolah dokter tersebut mempunyai andil yang sangat besar dalam
menghasilkan tenaga dokter yang mengembangkan kesehatan masyarakat Indonesia.
Pada bulan November 1967, dilakukan seminar yang
membahas dan merumuskan program kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan
kondisi dan kemampuan rakyat Indonesia. Pada waktu itu dibahas konsep puskesmas
yang dibawakan oleh dr. Achmad Dipodilogo, yang mengacu kepada konsep Bandung dan
Proyek Bekasi. Kesimpulan seminar ini adalah disepakatinya sistem puskesmas
yang terdiri dari tipe A, B, dan C. Dengan menggunakan
hasil-hasil seminar tersebut. Departemen Kesehahtan menyiapkan
rencana induk pelayanan kesehatan terpadu di Indonesia. Akhirnya pada tahun
1968 dalam rapat kerja kesehatan nasional, dicetuskan bahwa Puskesmas merupakan
sistem pelayanan kesehatan terpadu, yang kemudian dikembangkan oleh pemerntah
(Departemen Kesehatan) menjadi pusat pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan kesehatan yang memberikan
pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh dan mudah dijangkau,
dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian kecamatan dikota madya atau
kabupaten. Kegiatan pokok puskesmas mencakup:
1)
Kesehatan ibu dan anak
2)
Keluarga berencana
3)
Gizi
4)
Kesehatan lingkungan
5)
Pencegahan penyakit menular
6)
Penyuluhan kesehatan masyarakat
7)
Pengobatan
8)
Perawatan kesehatan masyarakat
9)
Usaha kesehatan sekolah
10)
Usaha kesehatan jiwa
11)
Laboratorium
12)
Pencatatan dan pelaporan
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A. Definisi
Kesehatan Masyarakat
Sudah banyak
ahli kesehatan membuat batasan kesehatan masayarakat. Secara kronologis
batasan-batasan kesehahtan masyarakat mulai dengan batasan yang
sangat sempit sampai batasan yang luas seperti yang kita anut saat
ini dapat diringkas seperti berikut ini. Batasan yang paling
tua, dikatakan bahwa kesehatan adalah upaya-upaya untuk mengatasi
masalah-masalah sanitasi yang mengganggu kesehatan. Dengan kata lain kesehatan
masyarakat adalah sama dengan sanitasi. Upaya memperbaiki dan
meningkatkan sanitasi lingkungan merupakan kegiatan kesehatan
masyarakt. Kemudian pada akhir abad ke-18 dengan diketemukan bakteri-bakteri
penyebab penyakit dan beberapa jenis imunisasi, kegiatan kesehatan masyarakat
adalah pencegahan penyakit yang terjadi dalam masyarakat melalui
perbaikan sanitasi lingkungan dan pencegahan penyakit melalui
imunisasi.
B. Ruang
Lingkup Kesehatan Masyarakat
Seperti disebutkan diatas bahwa kesehatan masyarakat
adalah ilmu dan seni.Oleh sebab itu, ruang lingkup kesehatan masyarakat dapat
dilihat dari dua hal tersebut.Sebagai ilmu, kesehatan masyarakat pada mulanya
hanya mencakup 2 disiplin keilmuan, yakni ilmu bio-medis (medical biologi) dan
ilmu-ilmu sosial. Akan tetapi sesuai dengan perkembangan ilmu, maka
disiplin ilmu yang mendasri ilmu kesehatan masyarakat pun berkembang. Sehingga
sampai pada saat ini disiplin ilmu yang mendasari ilmu kesehatan masyarakat
antara lain, mencakup: ilmu biologi, ilmu kedokteran, ilmu kimia, ilmu fisika,
ilmu lingkungan, sosiologi, antropologi, psikologi, ilmu pendidikan, dan
sebagainya.
Secara garis besar, disiplin ilmu yang menopang ilmu
kesehatan masyarakat, atau sering disebut sebagai pilar utama ilmu kesehatan
masyarakat ini, antara lain:
a)
Epidemiologi
b)
Biostatistik/statistik kesehatan
c)
Kesehatan lingkungan
d) Pendidikan
kesehahtan dan ilmun perilaku
e)
Administrasi kesehatan masyarakat
f)
Gizi masyarakat
g)
Kesehatan kerja.
Masalah kesehatan masyarakat adalah multi kausal
maka pemecahannya harus secara multi disiplin.Oleh sebab itu, kesehatan
masyarakat sebagai seni atau praktiknya mempunyai bentanngan yang luas. Semua
kegiatan baik yang langsung maupun tidak langsung untuk mencegah penyakit
(preventif), meningkatkan kesehatan (promotif), terapi (terapi fisik, mental,
dan sosial) atau kuratif, maupun pemulihan (rehabilitatif) kesehatan (fisik,
mental, sosial) adalah upaya kesehatan masyarakat. Misalnya: pembebrsihan
lingkungan, penyediaan air bersih, pengawasan makanan, perbaikan gizi,
penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat, cara pembuangan tinja,
pengelolaan sampah dan air limbah, pengawasan sanitasi tempat-tempat umum,
pemberantasan sarang nyamuk, lalat, kecoa, dan sebagainya.
Secara
garis besar, upaya-upaya yang dapat dikategorikan sebagai seni atau penerapan
ilmu kesehahtan masyarakat antara lain:
a)
Pemberantasan penyakit, baik menular
maupun tidak menular.
b)
Perbaikan sanitasi lingkungan.
c)
Perbaikan lingkungan pemukiman.
d) Pemberantasan
vektor.
e)
Pendidikan (penyuluhan) kesehatan
masyarakat.
f)
Pelayanan kesehatan ibu dan anak.
g)
Pembinaan gizi masyarakat.
h)
Pengawasan sanitasi tempat-tempat umum.
i)
Pengawasan obat dan minuman.
j)
Pembinaan peran serta masyarakat, dan
sebagainya.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari
pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sudah banyak ahli kesehatan
membuat batasan kesehatan masyarakat.Secara kronologis batasan-batasan
kesehatan masyarakat mulai dengan batasan yang sangat sempit sampai batasan
yang luas seperti yang kita anut saat ini dapat diringkas seperti berikut
ini.Batasan yang paling tua, dikatakan bahwa kesehatan adalah upaya-upaya untuk
mengatasi masalah-masalah sanitasi yang mengganggu kesehatan. Dengan kata lain
kesehatan masyarakat adalah sama dengan sanitasi.
Kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni.
DAFTAR
PUSTAKA
Elmi, Bachrul. 2002. Keuangan
pemerintah Daerah otonom di Indonesia. Jakarta: UI-Press.
Utami, Sri Tjahyani Budi, 2003. Modul
Mata Pencemaran Udara dan Kesehatan. Depok: FKM-UI.
Yanuarta, Hendra. 2002. Skripsi:
Kesiapan Pembiayaan Kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Barat pada
Pelaksanaan Otonomi Daerah. Depok: FKM-UI (S. 2562).
Yurisca, Ariend. 2002. Skripsi: Pola
Pembiayaan Kesehatan OKI Jakarta Setelah Otonomi Daerah. Depok: FKM-UI
(S. 2586).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar